Sunday, December 10, 2017

Wabah Difteri Dan Kesadaran Imunisasi

Wabah Difteri Dan Kesadaran Imunisasi

Membaca berita dari laporan Menkes tentang KLB Difteri, ini kejadian yang sangat menyedihkan sekali. Karena penggalakan imunisasi sudah dicanangkan sejak tahun 70an. Hal ini juga mengingatkan pada seorang teman, beberapa bulan yang lalu, cerita, bahwa anaknya selalu masuk rumah sakit, menurutnya, itu karena kesalahannya, karena sewaktu anaknya masih kecil tidak di imunisasi. Dia punya alasan kenapa tidak di imuniasi, yaitu karena dia mendengar kabar tentang peredaran vaksin palsu / oplosan.




Jika melihat alasannya, bisa diterima. Jadi melihat contoh kasus ini, sepertinya ada kelemahan dalam kontrol peredaran obat dari perintah. Namun KLB difteri sekarang terlalu dini jika ini dikaitkan dengan kontrol peredaran obat, karena pada tahun 2016, pengedar vaksin palsu sudah ditangkap, artinya ada upaya dalam pengawasan. Jadi, KLB Difteri ini, akibat kurang nya pesan layanan tentang pentingnya imunisasi, sehingga kesadaran masyarakat akan imunisasi kian terkikis.


Peristiwa KLB Difteri ini bukan hanya terjadi sekarang saja, ini kejadian berulang. Pada tahun lalu bahkan tahun 2011 pernah terjadi. Jadi semakin banyaknya lulusan kedokteran bukan semakin berkurang epidemi atau wabah penyakit. Atau mungkin karena sudah semakin banyaknya dokter dan mudahnya akses untuk mendapatkan obat dan pengobatan, cukup berobat saja jika mengalami sakit, sehingga merasa tidak diperlukan lagi upaya untuk membangun kekebalan tubuh dari berbagai micro organism yang merusak tubuh. Atau mungkin kecendrungannya dalam masalah upaya preventif menjaga kesehatan pada hal - hal yang lagi in saja, lagi booming, sehingga mengabaikan hal yang lainnya. Seperti sekarang sedang in ketakutan orang pada cancer, semua mata dan perhatian tertuju pada ini.


KLB Difteri menunjukkan itu, bahwa ada pengikisan pada kesadaran masyarakat yang ini seimbang dengan berkurangnya pesan layanan kesehatan. Dan sekarang ini orang lebih takut dengan virus HIV dan Kanker, sedangkan mungkin mereka beranggapan untuk penyakit difteri tidak terlalu berbahaya, karena sudah ada obatnya. Jika kesadarannya seperti ini, maka harus ada upaya membalikkan kembali kesadaran masyarakat.


Difteri ini dapat menyebabkan kematian, karena bacillus difteri, Corynebacterium diphtheriae, mengeluarkan toxin setiap perkembangbiakan bakteri ini ketika melakukan pembelahan sel. Toxin ini yang merusak saluran pernapasan, pencernaan dan sistim kemih dalam ginjal. Meskipun sudah bisa diobati dengan antitoxin dan antibiotik, jika telat pengobatan, bakteri ini akan akut dalam tubuh.




Mulailah kembali dalam satu kesadaran pentingnya imunisasi, membangun kekebalan tubuh. Sehat bukan dapat dilhat dari penampilan luar fisiknya saja. Sehat itu bugar terpadu, dalam dan luar sama - sama sehatnya.


Jika badan mulai merasa tidak enak, terserang flu, demam segera berkunjung ke pelayanan kesehatan, agar segera tepat dalam pengobatan. Karena berbagai penyakit berbeda menunjukkan gejala yang sama, diawali dengan demam. Demam adalah upaya tubuh melakukan perlawanan. Dan yang lebih penting dari ini adalah membangun kekebalan dalam tubuh, agar kelak anak - anak menjadi besar, menjadi manusia yang berkualitas secara fisik dan intelejensia.


Semoga bermanfaat.