Krisis Global akibat virus corona adalah krisis paling desktruktif dibanding jumlah holocoust di Jerman, jumlah korban bom hirosima dan Perang Dunia II. Berhadapan dengan musuh yang tidak nyata tampak seperti berhadapan dengan mahkluk halus, alien, yang bisa datang tiba - tiba di hadapan kita tanpa sempat kita menyadarinya dan lari darinya.
Pada awal munculnya kasus virus corona di Wuhan bulan Desember 2019, hampir semua orang tidak melihat itu sebagai sesuatu yang serius. Bahkan di bulan Januari dan Februari 2020, banyak situs di Eropa dan Amerika Serikat membuat karikatur candaan tentang virus ini.
Ketika wabah virus corona mulai memakan banyak korban di bulan Maret 2020, semua negara baru membuat tindakan darurat pencegahan dengan berbagai variasi yang diberlakukan.
Dicatat dalam sejarah ada 6 juta orang Yahudi dibinasakan Hitler. Data ini seperti berlebihan mengingat jumlah penduduk Jerman, dan beberapa negara eropa yang di huni ole etnis Yahudi populasinya belum sebanyak itu. Bahkan Indonesia sendiri totalnya kurang lebih 60 jutaan.
Lain dulu lain sekarang, sekarang untuk mengetahui data konkrit kependudukan sudah cukup bagus sehingga tingkat kesalahan akurasinya mungkin hanya plus minus 3%. Jadi informasi data yang terakhir diupdate jumlah kasus virus corona sudah mencapai 1,5 juta dengan kematian kurang lebih 88 ribu jiwa.
Itu data auto situs worldameter yang dikumpulkan dari semua data yang dirilis oleh tiap negara. Itu data yang tercatat, apa mungkin ada data yang tidak tercatat? tidak dilaporkan?
Sangat mungkin!. Tentu dengan berbagai alasannya kenapa tidak dilaporkan dan lain sebagainya.
Itu dari jumlah kasus yang terpapar virus corona. Yang tidak atau belum terpapar tingkat kerusakannya lebih parah lagi, sangat desktrutif terhadap tatanan hidup, sosial, ekonomi, pertahanan dan keamanan. Karena mereka melakukan tindakan pencegahan yang tidak bisa dielakkan lagi, dengan mengurangi bahkan mungkin menghentikan semua aktivitas dan kegiatan, membuat perputaran roda ekonomi lumpuh, dibalik itu pengeluaran harus tetap dikeluarkan untuk mengamankan dan nenyelamatkan setiap jiwa.
Dan banyak orang sudah tahu karena baca berbagai berita dampak virus corona setiap hari, tapi sebagian besarnya menganggap ini bukan masalah bagi dirinya, dengan tidak menghiraukan berbagai peringatan dan bahkan sebagiannya lagi membuat sesuatu seperti sebuah dagelan dalam mengahdapi situasi seperti sekarang ini.
Mereka belum menyadari atau mungkin tidak merasakan bagaimana rasanya pada situasi holocoust, pada situasi berada pada saat dan sebulan setelah bom hirosima, pada saat berada dalam gempa hebat, gununh meletus yang laharnya memakan harta benda mereka.
Hal lain mungkin tingkat kepekaan sudah terkikis oleh kenyataan sebelumnya, mereka harus berperang untuk memenuhi kebutuhan hidup, hingga sudah menjadi kesadaran "ngga kerja ngga makan". Yang kemudian menumbuhkan karakter hedonis. Ingin mencapai sesuatu yang bisa dipamerkan. Karena ini juga dicontoh oleh para artis yang berlomba pamer kemewahan ditengah masyarakat yang sebagiannya kelaparan.
Sekarang dampak virus corona telah memakan roda kegiatan ekonomi, perusahaan melakukan phk besar - besaran. Akhirnya lebih banyak lagi yang tidak bekerja berbaur dengan dengan tahanan yang dibebaskan dengan alasan mencegah virus corona, yang sepertinya memanfaatkan situasi guna menghemat anggaran pengeluaran.
Dalam situasi seperti ini ditengah krisis global (bukan globalisasi krisis), akan sulit mencapai satu imunitas stabilitas jika apa yang disampaikan pihak otoritas tidak satunya kata dengan perbuatan, apa yang ucapan tidak sesuai dengan kenyataan.
Situasi tidak mungkin bisa kembali normal dengan cepat, jika disampaikan penyebaran virus melambat, nanti musim panas virus ngga mempan hanyalah prakiraan sama seperti bangsa ini mengganggap enteng virus dengan mengatakan Indonesia klir dari corona. Jadi bila ingin hidup sehat, satukan kata dengan perbuatan.